oke selamat bergabung saja!
STUDI PERAN SERTA WARGA NEGARA DALAM PEMILU 2009
Di Susun oleh:
SUTREM
NIM:07430019
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PRODI PPKN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2009
Studi Peran serta Warga Negara dalam Pemilu 2009
Latar belakang masalah:
1.Banyak warga negara yang tidak masuk dalam DPT(daftar Pemilih tetap)
2.Banyak warga Negara yang tidak tahu tentang pemilu
3.Perubahan tata cara pemilihan umum dari mencoblos menjadi mencontreng
4.Banyak warga negara tidak merasa terwakili
Lima pertanyaan tersebut Penulis coba dalam makalah ini betapa warganegara yang baik adalah menggunakan hak dan kewajibanya sebagai warganegara yang baik, bagaimanapun harus menggunakan hak ini yaitu memilih sesuai UU dan aturan yang berlaku.
Banyak warga Negara yang tidak tahu tentang pemilu karena kurang sosialisasi dan iklan waktu pemilu dan masyarakat sudah tidak merespon pemilu dan cenderung abai.
Perubahan cara memilih dari mencoblos menjadi mencontreng juga berpengaruh terhadap peran serta warga negara dalam menggunakan hak pilihnya. Civic eduction adlah car untuk menyadarkan dalam hal ini pendiikan civic sebagai sarana tersebut (buku pendidikan civic)
1.Peran Serta Masyarakat, Menuju Suksesnya Pilpres 2009
Penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta serius memperhatikan masalah daftar pemilih tetap (DPT) agar pelaksanaan pemilihan Presiden mendatang berjalan lebih baik. Pemilu legislatif 9 April lalu hendaknya menjadi bahan pelajaran dan pertimbangan untuk penyelenggaraan pilpres nantinya. Penyelenggaraan pilpres, harus dipersiapkan secara maksimal agar angka masyarakat yang tidak dapat memilih karena terkendala dengan administrasi dapat ditekan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar para gubernur memberikan masukan terkait dengan masalah daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu 2009. Jajaran pemerintahan, terutama para pemimpin daerah yang dalam hal ini para gubernur dalam menyikapi persoalan DPT haruslah menjadi bagian dari solusi dan tidak menjadi bagian dari masalah. Masalah DPT, harus mendapat solusi yang tepat, sebab jika tidak akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi keberlanjutan proses Pemilu 2009.
Diharapkan masyarakat yang belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) segera mendaftarkan diri pada masing-masing Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Hal itu dilakukan agar tidak kembali terjadi kesalahan penetapan DPT pada Pemilihan Presiden mendatang. Penetapan daftar pemilih sementara (DPS) pilpres akan dilakukan pada minggu ketiga bulan ini atau pada mei mendatang. Untuk itu pendaftaran bagi masyarakat yang belum terdaftar saat pemilu legislatif akan dibuka hingga 24 mei sudah menjadi daftar pemilih tetap.
Masyarakat warga negara Indonesia yang sekarang merasa tidak masuk ke DPT Pileg segeralah berkoordinasi dengan masing-masing KPPS atau minta bantuan kepada RT dan RW, agar tidak terjadi lagi ada orang yang tercatat sebagai DPT. Sekaligus kepada mereka yang sudah pindah tempat dan sudah tercatat di DPT terdekat dimohon juga memberitahukan agar tidak dicatat lagi di DPT asal.
2.Pelanggaran HAM dalam permasalahan DPT pemilu legislatif.
Hak sipil dan politik warga Negara dalam pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dalam tatanan Negara demokratis berbasis Hak Asasi Manusia / HAM (Human-Rights based Democracy). Konstitusi UUD 1945 (Amandemen ke-4) dengan tegas menjamin pemenuhan hak konstitusional warga Negara baik sebagai pemilih maupun sebagai kandidat yang dipilih dalam suatu rangkaian proses penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang jujur dan adil. Negara dengan segenap aparatnya ditugaskan bikan hanya untuk menyelenggarakan pemilu secara berkala tetapi juga, malah yang terpenting, mengupayakan pemenuhan hak konstitusional warga-negara semaksimal mungkin.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan ada sekitar 28 persen pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Data lain memerkirakan sekitar 30 persen tidak ikut mencontreng pada Pemilihan Umum Legislatif 9 April minggu lalu. Adanya "golongan putih" karena dua kemungkinan. Pertama, mereka ada yang memang tidak mau memilih, karena merasa memilih atau tidak memilih, nasib mereka akan sama saja. Hal itu tidaklah salah, karena mencontreng itu adalah hak warga negara. Kalau tidak mau melaksanakan hak itu tentu tidak dapat dipaksa dan tidak ada sanksinya. Kedua, tidak memilih mungkin karena kesalahan adminitrasi, sebab tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Tidak terdaftar dalam DPT karena salah satu alasan bahwa pemilih tidak mempunyai perhatian terhadap pemilu atau mungkin pula panitia pemilu tidak membetulkan DPT walaupun ada orang yang mengeluh namanya tidak tercantum. Pada kenyataannya, dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2009, Negara bukan saja gagal menyelenggarakan Pemilu Legislatif secara tertib sesuai jadwal yang digariskan dalam undang-undang tetapi juga lalai mengupayakan pemenuhan hak konstitusional sejumlah besar warga-negara dalam menyalurkan aspirasi mereka secara demokratis melalui pilihan wakil-wakil mereka di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kegagalan dan dan kelalaian Negara ini mencederai secara mendasar baik hak konstitusional warga-negara maupun upaya pengokohan bangunan demokrasi dan pemantapan proses demokratisasi yag sedang diupayakan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) mejelaskan yang dimaksud dengan pemilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih yang dapat memiliki dan menggunakan haknya untuk memilih dalam pemilu legislatif adalah:
a. WNI yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin (Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih); da
b. Didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih.
Sebagai bahan penyusunan daftar pemilih, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota menggunakan data kependudukan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih yang memuat nomor induk kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih. Dalam penetapan daftar pemilih sementara (DPS), KPU kabupaten/kota melakukan pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dari Pemerintah dan pemerintah daerah, yang diselesaikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya data kependudukan.
Pemutakhiran data pemilih terdiri atas perangkat desa/kelurahan, rukun warga, rukun tetangga atau sebutan lain, dan warga masyarakat. Dalam Penyusunan DPS, Daftar pemilih sementara disusun berbasis rukun tetangga atau sebutan lain. Setelah itu DPS diumumkan selama 7 (tujuh) hari oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat. Jangka waktu pemberian masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta Pemilu tersebut diterima PPS paling lama 14 (empat belas) hari sejak hari pertama daftar pemilih sementara diumumkan. Setelah adanya masukan dari masyarakat, PPS wajib memperbaiki DPS. Setelah adanya perbaikan maka DPS hasil perbaikan akhir tersebut disampaikan oleh PPS kepada KPU kabupaten/kota melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk menyusun DPT. Dalam Penyusunan DPT, KPU kabupaten/kota menetapkan DPT berdasarkan DPS hasil perbaikan dari PPS. DPT tersebut disusun dengan basis Tempat Pemungutan Suara (TPS).DPT tersebut disampaikan oleh KPU kabupaten/kota kepada KPU, KPU provinsi, PPK, dan PPS. DPT tersebut dapat dilengkapi dengan daftar pemilih tambahan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. Daftar pemilih tambahan tersebut terdiri atas data pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS, tetapi karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar. Untuk dapat dimasukkan dalam daftar pemilih tambahan, seseorang harus menunjukkan bukti identitas diri dan bukti yang bersangkutan telah terdaftar sebagai pemilih dalam daftar pemilih tetap di TPS asal.
Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK dan PPS. Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN. Dalam hal pengawasan tersebut menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, maka Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN. KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri tersebut.
Demokrasi adalah Bentuk atau system pemerintahan yang segenap rakyatnya turut serta memerintah baik melalui badan perwakilan rakyat (kedaulatan rakyat) maupun diluar lembaga perwakilan rakyat, khususnya dalam hal menentukan keputusan keputusan politis pemerintah. Arti lain adalah demokrasi adalah gagasan, cara berpikir atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara dihadapan hukum dan pemerintahan. Karakter demokrasi Adanya kebebasan bagi rakyat untuk ikut menentukan jalannya pemerintahan, baik melalui lembaga perwakilan maupun diluar lembaga perwakilan.
Korelasi antara demokrasi, pengembangan, dan penghormatan HAM serta kebebasan dasar adalah salaing bergantung dan saling menegakkan. Demokrasi berdasarkan kebebasan berepreksidari bangsa untuk menentukan system politik, ekonomi, sosial, dan budaya serta partisipasi penuh dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam suatu system pemerintahan, maka dalam menjalankan administrasi pemerintahan terikat secara langsung dengan hak-hak dasar sebuah konstitusi Negara hukum yang demokratis. Hal ini menjamin hak-hak dasar manusia yang tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
Hak turut serta dalam pemerintahan merupakan kebebasan setiap warga Negara untuk turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan. Berdasar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Hak Turut Serta dalam Pemerintahan adalah:
1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
4. Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Dengan demikian ketentuan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara harus memuat paling tidak 3 (tiga) esensi, yaitu:
a. Perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat,
b. Kebebasan yang bertanggung jawab bagi masyarakat dalam penggunaan haknya, dan
c. Penciptaan ruang yang leluasa bagi masyarakat untuk berperan serta
Kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi ditangan rakyat, rakyat menentukan corak dan cara pemerintahan dan rakyat yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai. Dalam kedaulatan rakyat dengan perwakilan, atau demokrasi dengan perwakilan, atau demokrasi tidak langsung maka yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat. Agar wakil-wakil rakyat tersebut benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat maka wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan oleh rakyat. Dan untuk menentukannya digunakan lembaga pemilu.
Pemilu adalah salah satu hak asasi warga Negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat, maka semuanya itu dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau salah dalam menyelenggarakan pemilu.
Adapun tujuan dari pemilu di Indonesia adalah: (1). terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib; (2) Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat; dan (3) Dalam rangka melaksanakan hak-hak asasi warga Negara. Sejak lahir kedunia seseorang telah mempunyai hak. Orang itu memungkinkan warganegara dari suatu Negara atau berstatus orang asing di Negara tempat dia berdomisili. Sebagai warga Negara maka salah satu haknya dalam bidang politik atau yang dikenal dengan hak turut serta dalam pemerintahan adalah hak untuk memilih wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang dimaksud.
Tiap warga Negara memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan). Hak untuk dipilih atau memilih dalam pemilu merupakan unsur pertama dari hak turut serta dalam pemerintahan. Dari unsure ini dapat dilihat bahwa Pemilu merupakan suatu lembaga yang amat penting dalam pelaksanaan hak turut serta dalam pemerintahan Pemilu dengan asas LUBER JURDIL harus mengutamakan dasar persamaan hak baik bagi setiap warga Negara, untuk dipilih dalam pemerintahan, maupun memilih wakil rakyat dan atau pemerintah (Presiden/Wapres) melalui pemilu tersebut. Unsur ini telah melindungi hak setiap warga Negara Indonesia yang telah cukup umur (17 tahun) atau sudah menikah, untuk secara bebas memilih wakil yang diinginkannya untuk duduk dalam pemerintahan. Dalam sistem pemilu di Indonesia, memilih disini berarti memilih perwakilan dari partai politik atau partai politik itu sendiri.
Jaminan hak warga Negara untuk turut serta dalam pemerintahan di lindungi dalam UU Pemilu dengan memberikan kepastian hukum dengan memberikan aturan mengenai penetapan atas DPT. DPT merupakan suatu penetapan KPU sebagai daftar pemilih yang berhak untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Dalam penetapan DPT, terdapat prosedur yang telah diatur melalui peraturan perundang-udnangan serta peraturan lainnya yang terkait dengan tata cara penetapan DPT.
DPT merupakan tanggung jawab dari KPU beserta organ dibawahnya. Dalam hal ini PPS diwajibkan memberikan DPS yang telah diperbaiki atas partispasi masyarakat untuk ditetapkan menjadi DPT. Dalam proses penetapan DPT, terdapat prosedur pemutakhiran data kependudukan yang dilakukan PPS dibantu oleh petugas pemutakhiran data pemilih yang terdiri atas perangkat desa/kelurahan, rukun warga, rukun tetangga atau sebutan lain, dan warga masyarakat. Selain itu UU Pemilu juga memberikan jaminan kepastian hukum dan hak warga Negara untuk memilih dalam pemilu kepada pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena keadaan tertentu dengan mekanisme penetapan daftar pemilih tambahan
Pelanggaran atas DPT merupakan suatu hal yang dilarang dalam UU Pemilu, namun permasalahan penetapan DPT bukan saja masalah administratif, namun juga peran serta masyarakat dalam menggunakan haknya tersebut. Peran serta masyarakat hendaknya tidak hanya dipandang dari sisi pemberian perlindungandan kepastian hukum bagi masyarakat yang hendak menggunakan haknya, tetapi juga dipandang sebagai upaya untuk menertibkan penggunaaan hak tersebut. Sehingga kebebasan penggunaan hak tersebut harus disertai dengan tanggung jawab untuk menaati dan menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa UU Pemilu telah menegatur bahwa dalam pemutakhiran data DPS yang bertujuan untuk menetapkan DPT, maka diperlukan peran serta masyarakat didalamnya. Peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan memberikan masukan serta tanggapan atas DPS yang ada. Dengan demikian bahwa jaminan hukum dan hak warga Negara untuk memilih dalam pemilu terkait dengan DPT merupakan tanggung jawab bersama. Hal itu selaras dengan jaminan kepastian hukum yang ada dalam UU Pemilu. Namun Kewajiban KPU sebagai penyelenggara pemilu memiliki ketentuan yang berbeda dengan peran masyarakat dalam tanggung jawabnya atas penetapan DPT.
Kesimpulan
Demokrasi berasal dari adanya kedaulatan rakyat yang merupakan kewenangan pemerintahan ditentukan oleh rakyatnya. Untuk menjalankan pemerintahan tersebut maka diperlukan wakil-wakil rakyat untuk menjalankannya (ikut serta dalam pemerintahan). Dalam proses memilih wakil rakyat tersebut maka dibutuhkan suatu lembaga yang dinamakan Pemilu.
Pemilu adalah salah satu hak asasi warga Negara yang sangat prinsipil, karena salah satu tujuan dari pemilu adalah melaksanakan hak asasi dari warga negaranya.
Salah satu Hak ikut serta dalam pemerintahan adalah hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Hak tersebut dilindungi oleh instrument hukum di Indonesia dalam pasal 28D ayat 3 UUD 1945 Perubahan Ke-2, Pasal 43 ayat (1) dan pasal 46 UU HAM, dan juga Pasal 216 jo. 311 UU Pemilu.
Jaminan perlindungan hak asasi manusia diawali dengan adanya Kepastian hukum yang merupakan sesuatu hal yang mutlak dalam Negara hukum (sine qua non) seperti Indonesia. Kepastian hukum menurut Lawrence M. Friedman dapat ditegakkan dengan adanya penerapan teori sistem hukum yang baik dalam struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Struktur hukum dalam hal ini adalah KPU sebagai penyelenggara pemilu. Substansi hukum adalah UU Pemilu dan Peraturan yang terkait, dan Budaya hukum adalah peran serta masyarakat.
Dalam Permasalahan hilangnya hak memilih Warga Negara dalam pemilu legislative dapat dikarenakan adanya kesalahan administratif dari penyelenggara pemilu atau bisa juga berasal dari kurangnya peran serta masyarakat dalam memberikan tanggapan atau masukan dalam pemutakhiran DPS. Sehingga dalam hal ini struktur hukum dan budaya hukum masyarakat sangat erat kaitannya dengan adanya hilangnya hak memilih tersebut.
Pelanggaran hak turut serta dalam pemerintahan dapat terjadi apabila adanya kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu atau pihak-pihak yang terkait dalam melakukan prosedur penetapan DPT. Hal itu karena adanya kewajiban yang diberikan undang-undang kepada pihak penyelenggara pemilu dan pihak-pihak yang terkait dengan penetapan DPT.
Tidak ada atau kurangnya peran serta masyarakat dalam memberikan masukan dan tanggapan dalam tahapan pemutakhiran daftar pemilih dapat menyebabkan hilangnya hak memilih dalam pemilu. akan tetapi hal itu bukan merupakan pelanggaran, karena pemberian tanggapan yang dimaksud itu bukan merupakan suatu beban kewajiban yang diberikan kepada masyarakat.
Sehingga untuk mengetahui adanya pelanggaran atau tidak dalam hak ikut serta dalam pemerintahan yang terkait dengan hilangnya hak memilih dalam pemilu, harus melalui proses pembuktian.
Saran
Bahwa untuk tidak terjadi hilangnya hak memilih dalam pemilu selanjutnya, maka setidaknya perlu dilakukan perbaikan system hukum yang ada. Perbaikan pertama adalah, apabila penyelenggara pemilu atau pihak-piihak yang terkait melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam melalukan penetapan DPT maka harus diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada. Penegakan hukum merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk menjamin hak asasi manusia.
Perbaikan yang kedua, adalah perbaikan budaya hukum masyarakat. Dalam hal ini peran serta masyarakat untuk peduli akan hak pilihnya dengan memberikan tanggapan serta masukan kepada penyelenggara pemilu dalam proses pemutakhiran data akan menjamin hak untuk memilih dalam pemilu berikutnya tidak akan hilang.
Bahwa UU Pemilu mengatur adanya fungsi pengawasan terhadap penetapan DPT. Sehingga diharapkan adanya koordinasi antara badan pengawas pemilu dengan lembaga-lembaga swadaya pemilu untuk memonitor kinerja KPU.
Daftar pustaka
Komnas HAM, Materi Konfrensi Pers Tim Penyelidikan Penghilangan Hak SIpil dan Politik Warganegara dalam Pemilu Legislatif 9 April 2009. Jakarta: 8 Mei 2009
Erman Rajagukguk, DPT dan Hasil Pemilu, Jurnal Nasional, Kamis 16 April 2009
Indonesia (a), Undang-Undang Tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 10 tahun 2008, LN No. 51 TLN No.4836 tahun 2008
Andhika Danesjvara dan Nur Widyastanti, Hukum dan Hak Turut Serta dalam Pemerintahan, Bahan Ajar Hukum dan HAM FHUI, Disampaikan pada Maret 2009
Indonesia (b), Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia (b), Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan ke-2, Ps 28D ayat (3)
Indonesia (c), Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999, LN No. 165 TLN No.3886 tahun 1999
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, cet. 5, (Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 1983)
Tim Pengajar Hukum dan HAM, Modul Kuliah Hukum dan HAM, (Depok: Sentra HAM FHUI, 2008), hal.3.
Peraturan KPU No 10 Tahun 2008, Peraturan KPU No. 11 Tahun 2008, Peraturan KPU No. 16 Tahun 2009, Peraturan KPU No. 17 Tahun 2009.
Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar (American Law: An Introduction, 2nd Edition), diterjemahkan oleh Wishnu B Basuki (Jakarta: Tatanusa, 2001)
3.Peranan Perempuan Dalam Pemilu 2009
PEMILIHAN
Umum buka sekedar ritual demokrasi yang dilakukan secara berkala setiap
5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat atau
pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan local. Pemilihan Umum
merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan amanat
konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan
yang tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan
kepemimpinan politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan
(eksekutif) dan lembaga perwakilan rakyat.
Pemilihan Umum sebagai sistem penyelenggaraan Negara yang demokratis menjadi
urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi
mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan,
kebebasan dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan
Negara. Ketentuan konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan
persaingan demokratis untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan harus diwujudkan secara nyata. UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 43 secara lebih konkrit menentukan
bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam
pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak merupakan perintah
UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Pemilu wajib menjamin hak yang sama antara laki-laki dan
perempuan untuk menikmati hak sipil dan politik. Hambatan bagi
partisipasi perempuan dalam kehidupan politik tidak boleh ditolerir,
karena dapat menghambat pertumbuhan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat dan mempersulit perkembangan potensi perempuan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Peningkatan Kuantitatif
UU No. 2 Tahun 2007 tentang Partai Politik dan UU No. 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum memberikan dukungan untuk terlaksananya
affirmative action dalam rangka meningkatkan peranan perempuan di bidang partai politik.
Ditentukannya 30% pengurus partai politik di semua tingkatan harus diisi oleh
perempuan dan 30% calon anggota legislatif juga diisi oleh perempuan
dengan jaminan penempatan pada nomor urut kopiah atau dasi, cukup
memberi peluang kepada peningkatan peranan perempuan secara
kuantitatif. Tetapi hal tersebut belum menjamin calon anggota
legislatif dari kalangan perempuan akan benar terpilih, karena partai
politik berubah pikiran dalam penetapan calon terpilih dari berdasar
nomor urut ke berdasar suara terbanyak. Artinya bila hal tersebut
menjadi keputusan politik calon anggota legislative dari kalangan kaum
hawa harus lebih keras dalam mengumpulkan pemilih. Ketentuan UU
tersebut diperlukan sebagai sarana perubahan sosio cultural menuju
persamaan gender dalam kehidupan politik. Hukum sebagai sarana
perubahan sosial diharapkan mampu mengubah pola peranan
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang masih diwarnai oleh
ciri-ciri suatu masyarakat tradisional paternalistik.
Dalam masyarakat tradisional semacam itu perempuan diberi peran untuk
tugas-tugas yang perlu kesabaran, kehalusan perasaan, sehingga peran
mereka terutama mengasuh anak, memasak, menjadi bidan/perawat.
Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih menantang dianggap dunianya
laki-laki seperti menjadi tentara, bupati atau pemimpin partai. Secara
bertahap sejak reformasi perubahan sosio cultural menuju persamaan
peran laki-laki dan perempuan di dunia politik sudah mulai terjadi.
Walaupun Secara kualitatif peranan perempuan
belum mengalami peningkatan signifikan.
Sejumlah partai politik memberi peran strategis kepada kaum perempuan dalam
kepemimpinan partai politik. Tetapi lebih banyak yang memberi peran
figuran untuk sekedar memenuhi formalitas yang ditentukan undang-undang
perempuan lebih kurang ditempatkan pada posisi sekretaris, bendahara
atau peran-peran yang terkait dengan konsumsi, dan kesenian. Dalam
daftar calon legislatif yang diserahkan kepada KPU, sebagian partai
politik berusaha memenuhi batas minimum kuota perempuan. Karena
langkanya kader perempuan yang dimiliki tidak jarang aroma nepotisme
dalam rekrutmen calon anggota legislatif sulit dielakan. Soal kualitas
calon perempuan masih menjadi tanda tanya, karena tidak
sedikit partai politik yang belum sempat menempa kader-kader srikandi
yang mempunyai untuk ditampilkan sebagai wakil rakyat yang cerdas,
trengginas mampu menangkap aspirasi rakyat dan paham lika-likunya
politik. Tak Jauh Berbeda Untuk kepemimpinan di bidang pemerintahan pada pemilu 2009 nanti,
peran perempuan tidak jauh berbeda dari peran mereka dalam kepemimpinan
partai politik dan calon anggota legislatif. Peran perempuan dibidang
pemerintahan merupakan refleksi dari kualitas peran mereka dalam
kepemimpinan partai politik dan dalam lembaga legislatif.
Untuk meningkatkan kualitas peran perempuan dalam pemilu 2009 nanti,
diperlukan komitmen, yang kuat dikalangan elit politik untuk secara
sungguh-sungguh melaksanakan amanat UUD dan ketentuan undang-undang
yang menjamin perusahaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan
didepan hukum dan pemerintahan. Sementara itu kaum perempuan perlu
mengkonsolidasikan potensinya, menggalang dukungan untuk meraih simpati
dan secara sistematis menempa diri agar memiliki kapasitas, kapabilitas
serta akseptabilitas untuk memainkan peranan lebih besar dalam kancah
politik demi kesejahteraan seluruh rakyat. Urusan politik dalam negara
demokratis adalah urusan laki-laki dalam negara demokratis adalah
urusan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak
dan tanggung jawab yang sama untuk membangun bangsanya.
Jurnal pendidikan ecc 378 mari peduli pada pendidikan dan mari bersikap arif dengan peduli sesama yang kami berikan bukan janji tetapi bersama-sama mengabdikan pada pendidikan untuk semua ci.cak102@gmail.com
welcome to education care center378
kyai haji Ahmad dahlan

benar-benar pionier...
bapak pendidikan nasional ki Hajar dewantara

Jas merah kata Bung Karno jangan lupa sejarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pro Pendidikan
Mahal dan tidak pada tempatnya mengapa pendidikan begitu karena masih berpikir uang dan uang semua hanya satu kehendak pemerintah cq dinas pendidikan dan olah raga, mengapa semua bingung mencari sekolah padahal kenyatan dilapangan kebingungan karena nilai akghir yang dipunyai anak kita mempet maka mereka kembali setelah tidak mengharap masuk kesekolahnegeri mereka berlomba-lomba masuk swata yang tentu lebih mahal , bukankah dalam uud 1945 calah satu adalah ikut mencerdaskan bangsa bagaimapun kita harus tetap komitmen memerjungan pendidikan untuksemua secara mandiri adalah tolok ukur kita,
Kemandirian sepertinya harus kita pupuk dalam pmbelajaran kepad siswa dan anak didik kita karena persaingan semakin ketat dalam dunia yang penudj trik dan maju dalam bidang apapun ini, sayidj
Kemandirian sepertinya harus kita pupuk dalam pmbelajaran kepad siswa dan anak didik kita karena persaingan semakin ketat dalam dunia yang penudj trik dan maju dalam bidang apapun ini, sayidj
SUARa KRISTIS PINGGIR JALAN
welcome my friend!!!
blog ini dalam perubahan besar bukan untuk mencari sensasi tetapi berhubung atas suatu hal kami akan berubah sedikit demiu sedikit untuk kenyamanan anda, boleh copy paste gratis asal bertanggung jawab atas diri sendiri,selamat menikmati blog ini,
sayid jumianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
oke selamat bergabung saja!